Jika seorang murid bertanya “pak, jadi PKI itu Jahat?” atau “jadi bagaimana sebetulnya bisa muncul SUPERSEMAR?”
Kamu calon guru bagaimana menjawabnya? Bagaimana
menjawabnya, itu yang membuat pusing, bagaimana kita harus menjawab
sebuah pertanyaan yang kita sendiri belum yakin kebenarannya. Peristiwa
seperti G30S, SUPERSEMAR adalah beberapa contoh dari kasus sejarah yang
masih kontroversial, kebenaranya masih diperdebatkan. Sejarah
kontroversial adalah sebuah narasi tentang peristiwa sejarah yang
memiliki banyak versi. Dengan banyaknya versi narasi sejarah menimbulkan
kontroversi, bahkan menimbulkan pertentangan politis, ideologis dan
klaim kebeneran.
Tapi sebetulnya dengan munculnya berbagai versi tentang sebuah
peristiwa dalam sejarah, jangan dianggap sebagai kekurangan.
Multi-interpretable adalah sifat dari kajian sejarah (Kuntowijoyo,
2008:16), sejarah bukan ilmu alam jadi unsur manusianya tetap ada dan
mustahil menghilangkan subjektivitas. Kembali kepermasalahan pengajaran,
sering kali guru ketika berhadapan dengan topik-topik kontroversial
biasanya akan bereaksi menghindar atau memaksakan. Menghindar artinya ia
menghindari adanya dialog yang lebih, dan memaksakan artinya memaksakan
pemahaman sejarahnya “text book”. Belum lagi sumber pembelajaran berupa
LKS atau buku yang menjadi pegangan murid sering memiliki kualitas yang
kurang. Konten buku ttidak pernah berubah dari masa ke masa (terutama
buku sejarah), maka wacana yang dibawapun tetap sama “doktrinya” tetap
sama. Selain itu label sebagai pelajaran “hafalan” membuat pengajaran
sejarah disekolah “kering” muatan.
Upaya pengajaran sejarah kontroversial dewasa ini bukan lagi hal yang
tabu, pintu historiografi isu-isu sejarah kontroversial sudah terbuka,
tidak seperti masa-masa sebelumnya. Oleh karena itu perlu diberikan
ruang untuk pengajaran isu-isu sejarah kontroversial didalam PBM
disekolah. Pengajaran sejarah isu kontroversial dapat dilakukan dengan
cara menyajikan berbagai versi narasi peristiwa didalam pembelajaran
secara berimbang. Guru harus berani dan kreatif untuk menyiapkan peserta
didik memahami kondisi sosial politik secara nyata. Hal ini mungkin
terjadi apabila guru telah memiliki kemauan dan kemampuan untuk
menyiapkan pembelajaran sejarah kontroversial.
Lalu bagaimana guru harus bersikap terhadap isu kontroversial, seorang guru seharusnya menyajikan berbagai macam versi peristiwa untuk menjadi bahan analisa siswa. Sikap yang harus dihindari adalah menghindari dan memaksakan, menghindari dengan tidak memberikan ruang bagi pembahasan isu kontroversial. Dan memaksakan dengan memaksakan salah satu versi peristiwa kepada siswa. Yang terpenting juga adalah sikap netral guru terhadap pembahasan. Kompetensi guru dalam menyiapkan proses pembelajaran sangat diandalkan bagaimana ia mempersiapkan materi, sumber-sumber, dan strategi pembelajaran.
Lalu bagaimana guru harus bersikap terhadap isu kontroversial, seorang guru seharusnya menyajikan berbagai macam versi peristiwa untuk menjadi bahan analisa siswa. Sikap yang harus dihindari adalah menghindari dan memaksakan, menghindari dengan tidak memberikan ruang bagi pembahasan isu kontroversial. Dan memaksakan dengan memaksakan salah satu versi peristiwa kepada siswa. Yang terpenting juga adalah sikap netral guru terhadap pembahasan. Kompetensi guru dalam menyiapkan proses pembelajaran sangat diandalkan bagaimana ia mempersiapkan materi, sumber-sumber, dan strategi pembelajaran.
Dengan terbukanya pintu bagi pembahasan isu-isu kontroversial dalam
pembelajaran di sekolah sebetulnya dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan pembelajaran yang dialogis dan interaktif. Yang menjadi
kekurangan mendasar dalam pembelajaran (pribadi) adalah kurangnya dialog
dan interaksi antara guru dan siswa dalam PBM. Ilustrasi Freire bahwa
siswa itu diibaratkan sebagai bejana kosong dan tugas guru adalah
mengisinya, adalah tepat. Mengajak siswa berdialog dan berdiskusi untuk
bersama-sama memahami realitas (dalam kasus ini latar belakang historis
bangsa).
Pembelajaran sejarah di Indonesia pada dasarnya bersandar pada prinsip
“filosofis–ideologis”, sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu
untuk membangun semangat kebangsaan, memupuk jiwa nasional dan rasa
bangga anak-didik terhadap hasil karya agung nenek moyang di masa lalu,
sehingga pendidikan sejarah diharapkan mampu menjadi wahana pendidikan,
yang memungkinkan para siswa memainkan peran yang bertanggung jawab
dalam masyarakat. Selain tujuan filosofis-ideologis ada juga tujuan
keilmuan yaitu melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta
sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan
metodologi keilmuan, (lebih lengkapnya lihat permendiknas no 22 tahun
2006 tentang standar isi).
Jelas bahwa pengajaran sejarah di sekolah memiliki perbedaan dengan
pengajaran ilmu sejarah di Perguruan Tinggi. Dalam pembelajaran sejarah
di sekolah terkandung tujuan pendidikan nasional jadi tentu ada
rambu-rambu yang harus dipatuhi. Tapi realitanya, stigma yang diberikan
masyarakat terhadap pelajaran sejarah sebagai pelajaran “menghafal”
tentunya “berbahaya” jika pelajaran sejarah hanya jadi sarana pemupukan
ideologi atau indoktrinasi kekuasaan. Maka dari itu perlu dikembangkan
sebuah pendekatan baru, cara baru dalam pembelajaran sejarah untuk
mendamaikan tujuan yang bersifat ideologis dengan tujuan keilmuan
(berpikir kritis). Tapi bukan berarti dengan mengajarkan isu-isu
kontroversial kita telah menyepelekan tujuan filosofis-ideologi dan
lebih mementingkan kemampuan berpikir kritis siswa. Contohlah
negara-negara lain seperti Amerika Serikat dan Afrika Selatan yang
mengajarkan ini isu-isu sejarah kontroversial negerinya, supaya menjadi
pembelajaran bagi generasi yang akan datang.
Sumber : http://genesis-rhj.blogspot.co.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar